Wakil Bupati Sumbawa, Drs H Mahmud Abdullah membuka secara resmi
pelaksanaan Pesta Ponan atau Ritual Adat Pasaji Ponan Sedekah Orong yang
digelar di Bukit Ponan, Desa Lengas, Kecamatan Moyo Hilir, Minggu
(13/3). Dalam sambutannya, Wabup yang juga Ketua Lembaga Adat Tana
Samawa (LATS) mengatakan, masyarakat Sumbawa yang kental dengan tradisi
dan budayanya memiliki cara tersendiri untuk mengimplementasikan rasa
syukur kepada Allah SWT salah satunya menggelar tradisi Sedekah Orong
atau Sedekah Ponan. Ritual ini sudah dilaksanakan secara turun temurun
dan berlangsung sejak lama. Ia berharap melalui kegiatan ini dapat
menunjang kegiatan pembangunan di berbagai sector terutama sector
pariwisata khususnya wisata budaya. Hal ini sesuai visi pembangunan
daerah yang menjadi ikhtiar dalam lima tahun ke depan yaitu terwujudnya
masyarakat Sumbawa yang berdaya saing, mandiri dan berkepribadian
berlandaskan semangat gotong-royong. “Kita semua menyadari betapa
pentingnya nilai-nilai luhur jati diri Tau Samawa karena dengan tetap
melestarikan kearifan lokal dalam membawa daerah ini menjadi Sumbawa
yang hebat dan bermartabat,” cetusnya.
Untuk diketahui ungkap Wabup, sedekah orong ini adalah ritual adat untuk mempertemukan tiga dusun, yaitu Poto, Lengas dan Malili. Ritual ini bukan bid’ah atau agama, karena di acara ini secara bersama membaca doa sebagai bentuk wujud rasa syukur agar hasil panen tahun ini berhasil. “Bukan untuk menyembah kubur yang ada di Bukit Ponan,” tegasnya.
Berdasarkan sejarah, ada tiga bersaudara yang tidak bisa bertemu idenya karena ada persoalan keluarga. Satu orang bermukim di Bekat (Lengas), satu di Poto dan lainnya di Malili. Ketika ketiganya dipertemukan oleh salah seorang ulama dengan cara bersedekah, ternyata berhasil. “Budaya ini yang harus dilestarikan, tidak hanya sebatas tiga dusun ini tapi diperluas untuk sebuah kebersamaan,” pungkasnya. (JEN/SR)
SUMBER ; www.samawarea.com
Untuk diketahui ungkap Wabup, sedekah orong ini adalah ritual adat untuk mempertemukan tiga dusun, yaitu Poto, Lengas dan Malili. Ritual ini bukan bid’ah atau agama, karena di acara ini secara bersama membaca doa sebagai bentuk wujud rasa syukur agar hasil panen tahun ini berhasil. “Bukan untuk menyembah kubur yang ada di Bukit Ponan,” tegasnya.
Berdasarkan sejarah, ada tiga bersaudara yang tidak bisa bertemu idenya karena ada persoalan keluarga. Satu orang bermukim di Bekat (Lengas), satu di Poto dan lainnya di Malili. Ketika ketiganya dipertemukan oleh salah seorang ulama dengan cara bersedekah, ternyata berhasil. “Budaya ini yang harus dilestarikan, tidak hanya sebatas tiga dusun ini tapi diperluas untuk sebuah kebersamaan,” pungkasnya. (JEN/SR)
SUMBER ; www.samawarea.com
0 komentar:
Posting Komentar