DEWAN KESENIAN DAERAH SUMBAWA...
silamo ngesar!

DEWAN KESENIAN DAERAH (DKS)

Minggu, 17 April 2016

Puluhan seniman dan pengurus Lembaga Adat Tana Samawa (LATS) melakukan aksi bersih pantai di Gili Tapan, Desa Labuan Sangor, Kecamatan Maronge, Sumbawa. Aksi bersih pantai ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan Kemah Seniman oleh Dewan Kesenian Sumbawa (DKS) guna mendukung suksesnya Ziarah Tambora Gili Ngali—Gili Tapan, event yang diinisiasi Taufik Rahzen, Budayawan Nasional asal Sumbawa.
Ipon Gera, Seniman Sumbawa
Ipon Gera, Seniman Sumbawa
Irfan Epon Gera–Sekretaris DKS mengungkapkan, aksi bersih pantai ini sebagai salah satu bentuk seniman cinta lingkunga, selain berkarya dalam seni. Sebab disadari bahwa lingkungan atau alam yang melahirkan segala inspirasi seniman untuk membentuk dan menciptakan karya seni. “Hampir semua karya seni tradisional Sumbawa berasal dari unsur lingkungan sekitar, seperti lawas (nasehat untuk kehidupan) “Na mara kemang tamuruk kekar asar gugir subu maras si konang sangara. “Mara punti gama anak  den kuning no tenri tana’ mate’ bakolar ke lolo”. Dalam lawas ini, ada beberapa unsur pohon yang dijadikan contoh kehidupan bagi manusia. Yaitu Pohon tamuruk yang saat ini sudah jarang kita lihat,” jelas Ipon—sapaan akrab pencipta puluhan lagu Samawa ini.
kemah seniman 2 kemah senimanUntuk diketahui, Kemah Seniman Dewan Kesenian ini juga menggelar pentas alam di Pantai Gili Tapan. Semua seniman dari berbagai unsur mulai dari seni melukis, sastra dan puisi, sakeco, musik, serta group band anak muda “Drug Stone”  yang beraliran keras (Punk Rock) tampil dan membaur dengan para seniman lainnya. Ada juga perwakilan dari berbagai sanggar seni di antaranya, Sanggar Seni Batu Tongkok Plampang, Sanggar Seni Cinday Bulaeng Lengas, Sanggar Seni Gunung Galesa Moyo, Sanggar Theatre Ete, Fotografi Sumbawa, Sanggar Arung Jonga, Rantok Managemen dan Sumbawa Broadcast Comunity. “Peserta kemah seniman ini diikuti 70 orang lebih,” ungkapnya. (JEN/SR)
SUMBER : www.samawarea.com
Bagikan
Bagikan

Selasa, 15 Maret 2016

Sedekah Ponan, Budaya Samawa yang Harus Dilestarikan

Pesta ponan Wabup 2

Wakil Bupati Sumbawa, Drs H Mahmud Abdullah membuka secara resmi pelaksanaan Pesta Ponan atau Ritual Adat Pasaji Ponan Sedekah Orong yang digelar di Bukit Ponan, Desa Lengas, Kecamatan Moyo Hilir, Minggu (13/3). Dalam sambutannya, Wabup yang juga Ketua Lembaga Adat Tana Samawa (LATS) mengatakan, masyarakat Sumbawa yang kental dengan tradisi dan budayanya memiliki cara tersendiri untuk mengimplementasikan rasa syukur kepada Allah SWT salah satunya menggelar tradisi Sedekah Orong atau Sedekah Ponan. Ritual ini sudah dilaksanakan secara turun temurun dan berlangsung sejak lama. Ia berharap melalui kegiatan ini dapat menunjang kegiatan pembangunan di berbagai sector terutama sector pariwisata khususnya wisata budaya. Hal ini sesuai visi pembangunan daerah yang menjadi ikhtiar dalam lima tahun ke depan yaitu terwujudnya masyarakat Sumbawa yang berdaya saing, mandiri dan berkepribadian berlandaskan semangat gotong-royong. “Kita semua menyadari betapa pentingnya nilai-nilai luhur jati diri Tau Samawa karena dengan tetap melestarikan kearifan lokal dalam membawa daerah ini menjadi Sumbawa yang hebat dan bermartabat,” cetusnya.
Pesta Ponan WabupUntuk diketahui ungkap Wabup, sedekah orong ini adalah ritual adat untuk mempertemukan tiga dusun, yaitu Poto, Lengas dan Malili. Ritual ini bukan bid’ah atau agama, karena di acara ini secara bersama membaca doa sebagai bentuk wujud rasa syukur agar hasil panen tahun ini berhasil. “Bukan untuk menyembah kubur yang ada di Bukit Ponan,” tegasnya.
Berdasarkan sejarah, ada tiga bersaudara yang tidak bisa bertemu idenya karena ada persoalan keluarga. Satu orang bermukim di Bekat (Lengas), satu di Poto dan lainnya di Malili. Ketika ketiganya dipertemukan oleh salah seorang ulama dengan cara bersedekah, ternyata berhasil. “Budaya ini yang harus dilestarikan, tidak hanya sebatas tiga dusun ini tapi diperluas untuk sebuah kebersamaan,” pungkasnya. (JEN/SR)

SUMBER ; www.samawarea.com
Bagikan
Bagikan

Senin, 14 Maret 2016

Tradisi Ponan Bukti Masyarakat Moyo Hilir Hebat

Pesta Ponan Iklan

Pagelaran Malam Seni dan Budaya Pesta Ponan di Dusun Lengas, Desa Poto Kecamatan Moyo Hilir, berlangsung meriah. Beragam budaya seni dan tradisi yang ditampilkan kolaborasi adat dan seni modern diramu menjelma menjadi khasanah Intan Bulaeng. Meski berbeda dan terlihat berwarna warni tetapi saling melengkapi dalam harmoni dan indah untuk dinikmati. Pagelaran tersebut membuat decak kagum Wakil Bupati Sumbawa,  Drs H Mahmud Abdullah yang hadir dalam kesempatan itu dan baru pertamakali menyaksikannya sejak dilantik 25 hari yang lalu. “Sebagai pribadi maupun sebagai pimpinan daerah, saya merasa sangat bahagia berada di tengah-tengah masyarakat Moyo Hilir yang hebat-hebat. Malam ini menjadi bukti bahwa masyarakat Moyo Hilir ini hebat adalah selalu memelihara budaya leluhur, adat ponan yang memiliki sejarah panjang dari sejak dulu kala selalu digelar dan dilestarikan keberadaannya sebagai bagian tak terpisahkan dari Budaya Sumbawa,” kata Haji Mo’ sapaan singkat Wabup mengawali sambutannya, Sabtu (12/3) malam kemarin.
Pagelaran Adat Ponan ini ungkap Bupati, adalah pagelaran budaya yang pertamakali hadirinya sebagai representasi dari ikhtiar bersama untuk menjaga sekaligus melestarikan budaya dan adat tau dan Tana Samawa yang bernafaskan adat barenti ko syara’, syara’ barenti ko kitabullah. Sebagaimana diketahui bahwa Ponan adalah bagian dari budaya yang secara umum disebut upacara “Sadeka Orong” yang erat kaitannya dengan konsepsi keyakinan mengenai kesuburan dan keberhasilan produksi pertanian. Di dalamnya tercermin nilai-nilai religi permohonan kepada Allah SWT, nilai sosial bahkan nilai gotong-royong sebagai satu kesatuan yang saling berhubungan. Untuk itulah pada Malam Seni dan Budaya Ponan Tahun 2016 sebagai kegiatan yang berorientasikan nilai-nilai budaya dalam rangka memeriahkan kegiatan ritual Adat Ponan yang diselenggarakan setiap tahun oleh  masyarakat di  Dusun Poto, Bekat, Malili Kecamatan Moyo Hilir dan sekitarnya. “Kami atas nama pemerintah daerah menyampaikan apresiasi yang tinggi khususnya kepada pemerintah desa, pemerintah Kecamatan Moyo Hilir dan seluruh panitia yang telah menyukseskan acara pada malam ini sampai esok hari di Bukit Ponan,” ucapnya.
Pesta ponan Wabup 3Lebih jauh dikemukakan Bupati, bahwa saat ini pariwisata menjadi salah satu sektor sentral yang mampu memberi dampak multi bagi masyarakat. Pengembangan sektor pariwisata harus diikuti oleh sektor lainnya secara simultan dan dinamis mengikuti pola dan tuntutan sebuah khasanah pariwisata. “Saya dan kita semua yang hadir di sini sepakat bahwa suatu hari nanti Adat Ponan ini akan menjelma seperti Bau Nyale  di Lombok Tengah yang telah menjadi destinasi wisata NTB bahkan kalau bisa melebihinya,” cetusnya.
Adat ponan sebagai destinasi wisata Sumbawa yang berbasis pertanian tentunya harus kembangkan secara bersama, bukan hanya Dinas Pariwisata yang bertanggung jawab, namun juga dinas lainnya turut andil. Misalnya Dinas Pertanian terus-menerus membina masyarakat tani di wilayah ini, Dinas PU menyuplai infrastrukturnya, Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan membina sentra-sentra ekonomi kreatif masyarakat dan sebagainya. “Jika ini kita lakukan bersama, maka selanjutnya promosi dan expose secara masif tentu harus kita lakukan untuk mewujudkan Adat Ponan ini sebagai destinasi unggulan daerah, NTB bahkan nasional nantinya,” pungkasnya. (JEN/SR)
SUMBER : www.samawarea.com
Bagikan
Bagikan

Ribuan Orang Berebutan Kue di Ritual Ponan

Pesta Ponan

Belasan ribu pengunjung dari dalam dan luar Sumbawa menghadiri Ritual Adat Pasaji Ponan Sedekah Orong atau biasa disebut Pesta Ponan di Bukit Ponan, Desa Lengas, Kecamatan Moyo Hilir, Minggu (13/3). Pesta Ponan merupakan pesta tahunan yang diadakan masyarakat untuk menggelar do’a bersama sebagai ajang syukuran atas ikhtiar tanam padi dan juga untuk memohon kepada Allah SWT agar tanaman padi bisa membawa hasil yang melimpah. Uniknya dari kegiatan ini, para pengunjung berebutan kue tradisional terbuat dari tepung beras yang sengaja disiapkan oleh kaum wanita setempat. Ini merupakan salah satu tradisi. Tidak satupun kue yang dihidangkan berupa gorengan atau kue yang digoreng. Semua jenis kue yang dihidangkan seperti petikal, buras, range’ maupun onde-onde tanpa gula. Semuanya harus dimasak dengan cara direbus dan dibakar untuk range’. Sedangkan kue petikal dan buras harus dibungkus menggunakan daun kelapa dan daun pisang. Penggunaan daun kelapa dan pisang ternyata bagi masyarakat setempat dianggap sebagai bentuk kehebatan nenek moyang mereka dalam menyikapi sesuatu. Pasalnya, dengan peringatan tradisi Ponan ini, masyarakat yang awalnya tidak menanam pisang dan kelapa akhirnya menanam kedua jenis tanaman ini. Hal ini dianggap sebagai bentuk pelestarian lingkungan.

Pesta Ponan 2Upacara ponan diawali dengan dzikir dan doa yang dipimpin pemuka adat dan kyai. Usai doa, dilanjutkan dengan pembagian makanan ke seluruh warga dan ditutup dengan makan bersama. Tidak semua makanan dihabiskan, tapi sebagian dibawa pulang untuk ditebarkan di ladang dan sawah mereka. Mereka percaya makanan keramat ini bisa menyuburkan ladang dan menghindarkan mereka dari segala bencana.
Pada prinsipnya upacara adat ponan tersebut erat kaitannya dengan konsepsi keyakinan mengenai kesuburan dan keberhasilan produksi pertanian. Ditinjau dari latar belakang sejarah, upacara Ponan mencerminkan anasir campuran antara tradisi lokal dengan pengaruh Agama Islam sebagai bagian proses akulturasi wilayah Nusa Tenggara. Upacara Ponan dapat ditinjau dari fungsi magis religius dan fungsi sosial. Fungsi magis religius terkait dengan perilaku gaib produktif yang lebih merupakan tindakan ritus permohonan kesuburan dan penolakan bencana yang mengancam keberhasilan produksi. Fungsi sosial terkait dengan upaya meningkatkan kesadaran sosial atau integrasi sosial antar warga petani
Di atas Bukit Ponan tempat diselenggarakannya Pesta Ponan terdapat Makam Haji Batu yang dikeramatkan masyarakat sekitar. Haji Batu adalah orang yang rajin merawat padinya sehingga hasil panennya melimpah. Menurut cerita yang beredar dalam masyarakat Haji Batu sebenarnya menpunyai nama asli Gafar. Suatu hari saat melewati sebuah sungai, Haji Batu melihat banyak burung yang hendak minum dari sungai tersebut. Namun burung-burung itu terlihat ketakutan. Melihat peristiwa itu Haji Batu mencoba untuk berwudhu dengan air sungai tersebut. Namun ketika mengambil air dengan tangannya tanpa diduga batu dari dasar sungai menempel di tangannya. Sejak itulah Ia dipanggil Haji Batu. Singkat cerita, Haji Batu memberi wasiat kapada keluarganya, bahwa ketika dia meninggal dunia agar dikuburkan di bawah pohon mangga yang berada di Bukit Ponan. (JEN/SR)
Sumber : www.samawarea.com
Bagikan
Bagikan

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More